Perilaku buruk dari
anak-anak dan remaja di beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini
cenderung meningkat, baik kuantitas maupun kualitas. Perilaku buruk
atau kenakalan tersebut berupa tawuran dan perilaku menyimpang remaja
di dunia online, maupun perilaku nyleneh lainya seolah bak jamur di
musim semi, tak ada habisnya. Intensitas pemberitaan yang aktual
menjadikan kenakalan remaja semakin menjadi perhatian serius. Upaya
pencegahan dan kuratif terhadap kenakalan tersebut bukan tidak di
lakukan, justru bervariatif dan melibatkan banyak pihak mulai dari
akademisi yang melakukan survey dan penelitian, guru dan orang tua
yang peduli dan perhatian, sampai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
bahkan telah megeluarkan semua kemampuan terbaiknya. Namun demikian
acapkali masih terlihat masalah pelik bagi penerus bangsa tersebut.
Di belahan dunia
manapun pendidikan adalah sarana untuk menyiapkan pemangku masa depan
di setiap jengkal lini bangsa yang berdaulat, adil dan makmur.
Artinya, remaja yang notabene adalah pelajar/siswa di sekolah
merupakan tunas-tunas bagi masa depan bangsa. Pendidikan yang benar, tepat dan bervisi tajam kedepan akan menjadi kunci hitam putihnya
kehidupan bangsa di masa yang akan datang.
Guru sebagai media
yang menjembatani ilmu dan pelajar, perannya sangat strategis dan
menentukan. Bagaimana guru mampu mengejawantahkan ilmu dalam
kehidupan nyata kemudian menyampaikannya kepada anak didik dan memastikan bahwa yang disampaikan di pahami sebagaimana mestinya.
Tidak cukup sampai disitu, akurasi memandang masa depan dan
mengantisipasinya dengan pembelajaran yang kritis, aktual dan
selangkah lebih di depan dari masa kini akan menghasilkan tunas-tunas
unggul bagi bangsa.
Media yang
menjembatani ilmu dan anak didik tentunya bukan hanya guru semata.
Fasilitas yang update dan melek teknologi akan menjadi sarana yang
memadai bagi terpenuhinya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Electronic Learning (E-Learning) adalah cara baru dalam proses
belajar mengajar yang merupakan dasar dan konsekuensi
logis dari perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi.
Dengan E-Learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak
perlu duduk dengan manis di ruang kelas
untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru
secara langsung (Wikipedia.org).
E-Learning di
Indonesia saat ini baru populer pada kalangan berpendidikan tinggi. Hal ini tentu
akan membutuhkan effort yang lebih untuk menjadikan E-Learning
menjadi budaya, bukan hanya pada kalangan penduduk berpendidikan
tinggi karena faktanya bahwa pendidikan dasar 9 tahun dan 3 tahun
pendidikan menengah merupakan populasi terbesar peserta didik di
Negara agraris ini.
Hambatan pertama bagi
E-learning adalah (tanpa mengurangi rasa hormat saya), Guru. Hambatan
bukan dalam arti pola pikir dan kemampuan guru dalam mengajar, tetapi
lebih pada kondisi obyektif yang membuktikan bahwa Guru belum
mendapat perhatian lebih dari sisi kesejahteraanya. Mereka yang telah
mengabdi dengan segenap kemampuan yang dimiliki bahkan nyaris tanpa
pamrih demi masa depan bangsanya rela memberikan apa saja demi anak
didiknya. Walaupun di sisi lain ada ironi oknum Guru yang telah
mendapat fasilitas lebih untuk kesejahteraanya berupa sertifikasi dan
sejenisnya, tidak menjadikan sarana tersebut untuk mengupgrade
kemampuan diri tapi justru memenuhi hasrat gaya hidup hedonis.
Kembali pada pokok
persoalan, bahwa E-learning membutuhkan kemampuan guru dalam
pemutakhiran bahan ajar yang lebih sesuai dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan begitu, tentu Guru harus mampu
menguasai tools E-learning agar dapat mendapatkan respect dari anak
didiknya. Hal ini tentu membutuhkan semacam pelatihan dari
professional, artinya kerja keras Guru yang sudah berjalan mesti di
tambah dengan beban untuk belajar lagi.
Bicara E-learning
tentu tak dapat di lepaskan dari teknologi informasi (baca IT), dan
pasti semua setuju ketersediaan dan daya dukung IT di Indonesia
sangat mudah di dapat semudah beli kacang goreng. Sehingga, model
E-learning apapun tidak akan menjadi kendala dari sisi fasilitas yang dibutuhkan.
Bagaimana dengan biaya? walau belum sepenuhnya berjalan tapi kita
tahu bahwa 20% APBN adalah porsi bagi pendidikan di Indonesia.
Pada akhirnya kita
akan menemukan fokus pertanyaan, bagaimana menarik added value dari E-learning
sebanyak-banykanya hanya dengan satu hambatan yaitu Sumber Daya
Manusia (SDM). Poin inilah yang menarik dan menimbulkan tantangan
yang tidak mudah di “jinakkan”. Namun bukan berarti mustahil, bahkan sangat mungkin mewujudkan E-learning dalam dunia pendidikan
dasar dan menengah di Indonesia. Anggap sebagai kesimpulan berikut, bagaimana kita meredam dengan mengalihkan hobi negatif kenakalan
remaja dengan E-learning yang menjangkau gejolak jiwa “berontak”
remaja lalu menjadikan ia haus dan lapar akan ilmu pengetahuan.
SDM yang merupakan
stake holder dari dunia pendidikan akan dapat memahami dan tergerak
sepenuh hati mengoptimalkan E-learning jika di berikan informasi yang
memadai dengan pendekatan yang tepat.
Edukasi kepada Guru
tanpa menggurui agar lebih melek teknologi akan menghilangkan
beban tanggung jawab dan justru akan melecut semangat untuk lebih
mengabdi pada ilmu pengetahuan melalui dunia yang berbeda dari jaman
ketika beliau-beliau mendapatkan ilmu di bangku sekolah yang pada jaman tersebut dunia maya sangat asing di Indonesia.
Dengan pasti dan tanpa
dapat di manipulasi ketika melakukan pretest maupun bentuk ujian lain
yang secara otomatis dapat melihat ”nilai” dari peserta didik
dengan sangat obyektif dan saklek tanpa melihat subjeknya tentunya akan menambah keakuratan database suatu pembelajaran.
Peserta didik dapat
menunjukkan bakat lain selain nilai exacts melalui forum
tertentu (social media E-Learning) yang lebih dominan dalam
penyampaian argumentasi-argumentasi ilmiah dalam bidang ilmu sosial.
Dimana ada poin tertentu ketika aktif dan memiliki akurasi
keilmiahan.
Dengan kemasan yang
edukatif dan mengadop media soial yang makin marak di kalangan remaja
akan membuat snowballing effect pelajar pada kecanduan ilmu
pengetahuan di dunia maya dan perlahan tapi pasti meninggalkan
kebiasaan buruk kenakalan remaja.